Sabtu, 31 Desember 2011

Berganti Sebuah Masa

Semua takkan sama lagi. Semua hilang. Rasa yang temaram itu kini harus padam dalam debu. Desiran angin membawaku dalam lamunan yang tak berujung. Sendu. Sepi. Sendiri. Takkan lagi ada seperti dahulu. Takkan lagi hidup semua kenangan itu. Masa itu telah tenggelam. Tenggelam disekam sepi. Abu. Kelabu. Masa itu telah hilang. Terganti dengan apa yang tak terbayang. Sepi sunyi kujalani sendiri. Tiada berkawan. Hanya alam. Hanya hujan. Semua pergi. Dalam gulita yang mencekam.
Terbayang semua ini terlalui. Melalui hari sendu dimana hanya ada air mengalir. Air yang mengalir deras yang jatuh dari pelupuk mata. Serta air yang turun dari langit yang setia menemani. Apa yang terbayang dalam benakku kini harus kulalui. Tak ada kesal. Tak ada sesal.
Ku pernah lalui semua. Dan tak ada kata yang urung di hati. Karena semua telah berjalan. Sepi sendiri pernah ku lalui. menatap hari dalam lembayung kepasrahan. Meminta semua takkan pernah terjadi. Namun apa daya, kini ku terjerembab kembali. Dalam dimensi yang mati dan waktu yang terbunuh sepi.
Tak ada alasan untukku untuk tak tegar. Tak ada alasan untukku untuk menghindar. Semua telah kembali. Seperti sedia kala tanpa seorangpun yang peduli. Kuingat saat itu. Saat dimana ku terjatuh dalam jeram asa yang tiada terbatas. Yang kupunya hanya kekuatan. Yang lindungiku dari ancaman. Sulit rasa bertukar semua. Terjerembab dalam bayangan diri. Kelam. Hitam. Masa indah itu telah radu. Beradu dalam bayang ilusi yang hantarkan diri. Terganti dengan asa yang tak terasa.

Minggu, 18 Desember 2011

waktu terbatu

Kali ini ia berjalan terlalu cepat. Bahkan tak dapat seorangpun menyadarinya. Ia mungkin telah datang. Datang bersama rasa yang ragu. Hari telah berganti. Lembaran baru telah terbuka. Menguak semua rahasia alam yang tersimpan abadi.
Waktu.. Kini iapun terhenti. Waktu.. yang buatku jadi beku. Waktu.. yang berikanku hari. Waktu.. ia tak berputar. Ia diam. Waktu.. yang kan buatku terpuruk. dan waktu.. yang kan buatku hancur. Waktu itu yang terbatu.
Sebuah ilusi yang berbeda. Hanya waktu yang dapat ungkap. Ungkap semua rahasia yang terpendam. Dalam. Dalam relung angan dan imaji diri yang terus menari dalam khayalan. Waktu yang kan jawab semua tanya kini dan lalu. Dapatkah waktu bersamaku? Walau sekejap. Walau sebentar. Hanya anganku menari menunggu kedatangan sang waktu. Gelisah mendamba waktu yang terbatu di ujung sebuah masa.
Waktu, masa itu takkan pernah ada. Takkan pernah ada untukku. Bukan akulah yang kau cari. Waktu, berlalulah dengan segera. Pergilah menuju masa depan bersama anganmu. Angan yang tak pernah terwujud.
Dialah waktu itu. Waktu yang ada. Waktu yang tersisa. dialah waktu itu. Waktu yang terhenti. Tepat diaat ini. Dan belum berlalu.

Semua catatan mengenai sang mimpi telah hilang. Lebih keras berusaha dan semakin menghilang.
Takkan semuanya hanya angan. Kutulis semua. Tak dapat ku temu.
Mungkin bagian dalam dirinya yang lain.
Semakin teringat dan semakin terlupakan. melihat akhir masa dalam sudut pandang berbeda.
Bukan dirinya. Semua terasa janggal. Aneh.
Terdapat saksi. Saksi yang menghapus ingatan.
Dimana terdapat semua itu? Terpikirkah dalam benakmu?
Hanya akhir masa yang tersisa. Bukti yang sangat kuat itu sirna.
Bahkan tak dapat ku bertemu waktu tanpanya. Tak dapat ku menahan waktu karenanya.
Dimana ku harus mencarinya? Dimana ku dapat temukan?
Terlalu rapih. Seperti tak pernah tercipta. Seperti terbangun dalam tidur yang terjerembab.

Kini ia telah menghilang. Ada suatu rasa lega dalam dada. Terasa kini semua berubah. Takkan pernah ada yang sama lagi. Kini ia telah berpulang. Pada dirinya yang lebih terang. Waktu telah kembali berputar. Berputar seperti semula. Berlalu dengan cepat. Menghapus semua cerita yang telah tercipta.
Waktu, hanya angan diriku yang kan mampu. Mampu menghapus segala bayang ilusi yang tercipta dalam diri. Pergilah waktu, jauhi diriku. Tenggelamlah Bersama rasa yang tak pernah ada.
Waktu, ku telah bahagia. Mungkin bukan bagian dari dirimu. Mungkin hanya anganku. Anganku tuk dapat milikimu. Kini kau telah berlalu. Meninggalkan semua masa lalu. Biarlah aku sendiri sepi. dalam malam yang gulita.

Sabtu, 19 November 2011

Hujan Aku

Hujan di sore itu teduhi jiwa. Berpayung awan. Berperisai pelangi.
Hujan itu menungguku. Menunggu untuk berjibaku bersamanya. Hilangkan peluh yang tersisa dalam diri.
Hujan itu ada. Ada dalam sepi. Ada dalam hati. Tak semua orang dapat mengerti. Hanya orang yang mau tenggelamlah yang mengerti. Tenggelam bersama dalam dinginnya balutan angin yang kan menerpa.
Hujan itu aku. Temani diri dalam rasa kelu. Menghapus semua rasa pilu.
Hujan itu aku. Menembus langit di balik awan. Membuka cakrawala dalam mata.
Hujanku takkan buat keluh. Takkan buat kelu. Lalu mengapa ada rasa kelu pada hujanku?
Hujanku tiada lawan. Hanya bertahan mencari kawan.
Kan ku ingat suasana sore ini. Sebagai lukisan diri alami.
Kan ku ingat langit sore ini. Sebagai potret diri abadi.
Hujan aku teduhi hati. Naungi jiwa.
Hujan aku hapus semua pilu. Semua kelu dalam diri.
Hujan aku basahi hati. Goyahkan ambisi. Menutup ego.
Hujan aku lembut. Terlalu lembut. Hanya balutan angin yang kan buatnya tajam.
Hujan aku hapus semua peluh. Peluh yang ada dalam masa lalu.
Hujan aku bersinar. Bersinar dengan warna yang begitu terang.
Dapatkah kau lihat? Hujan buatkan perisai untukmu, sayang. Andai kau bisa mengerti.
Hujan itu aku. Bagian dari diriku. Diriku yang lain. Diriku yang deras.
Hujan aku tak kelabu. Takkan pekat.
Hujan aku baunya membiru. Lebur dengan rasa ingin tahu.
Hujan aku rintihan yang sangat dalam. Teriakan alam yang pekakkan telinga.
Dan kini, Hujanku meradu. Dalam kasih yang syahdu.

Minggu, 06 November 2011

Aku Dan Bumi Saat Bulan Terbelah

Ku kan lebih kuat saat senja tiba. Tanpa mentari yang kan buatku lemah. Namun dingin itu tak terobati. Tetap merasuk dalam kalbu. Merajalela dalam hati dan membuat kuatku seakan hilang. Bumiku sayang telah tua. Bumiku sayang malang. Renta. Hanya seorang diri tanpa siapapun. Bumiku sayang berusaha kuat. Berusaha tegar hadapi semua. Dan kini Bulan telah murka pada Bumi. Kekuatan Bumi direngkuh. Kekuatan Bulan penuh. Mungkin Tuhan murka. Pada Bumiku yang tak bisa berbuat apa apa. Dunia kan binasa. Bumiku sayang kan hilang. Bulanpun kan terbelah. Menjadi keping hati yang kan hancur. Ia kan tinggalkan Bumiku sayang. Jauh. Bumiku sayang, masih ada Tuhan. Ia yang kan kembalikan semuanya. Semua senyum dan riangmu yang telah hilang. Ia kan menggantinya. Dengan sesuatu yang baru. Yang jauh lebih indah dari yang lalu. Bumiku sayang, tenang. Tak perlu khawatir. Asa takkan hilang. Takkan pernah. Hanya melayang di awang. Terawanglah sayang, terawanglah jauh menembus awan. Dan kau kan temukan disana. Sejuta asamu menggapai langit. Terbang melayang menuju masa depan. Jangan cemas sayang. Jangan pernah. Ada Tuhan yang kan temani harimu. Tanpa melihat betapa renta dirimu. Rasamu tak terukur, sayang. Tuhan yang kan jaga dirimu. Yakinlah suatu saat Bulan kan menyesalinya. Dan saat ia telah menyesal, semua takkan kembali. Karena perpecahan dalam Bulan hanya kan menyisakan puing hati yang telah ditinggal mati.

Senin, 31 Oktober 2011

Tentang Bulan

Bulan telah mengambilku dari sisi pantai. Sisi pantai yang dingin dan kelam. Takkan ia membiarkanku terombang-ambing dalam gelombang lautan yang lepas. Takkan ia membiarkanku dipermainkan oleh ombak laut yang datang tak menentu. Bulan, terlalu baikkah dirimu. Takkan pernah kau biarkan aku terluka. Takkan pernah kau biarkan ada derita. Kau usir laut itu seorang diri. Karena aku. Karena aku, Bulan. Satu yang harus kau sadari, bulan tak pantas berada di Bumi, atau di laut lepas sekalipun. Kau telah membunuh pantai itu, Bulan. Pantai itu telah karam disapu gelombang ombaknya sendiri. Pantai itu telah menghilang, Bulan.
Kini kau datang padaku. Merebut Bumi dari sisiku. Bumi tetaplah Bumi. Dan kau membawa bumiku pergi meninggalkan pantai yang telah karam. Kau membawa Bumi terbang bersamamu. Kau pastikan kau layak dapatkan semua. Semua hal tentang Bumi. Bulan, Langitpun bukan tandingan. Apalagi Bumi yang terlalu jauh, Bulan. Langitlah yang pantas berada disisimu. Langitlah yang selalu dekatmu. Bukan Bumi, bukan pula laut, terlebih pantai yang telah hilang.