Rabu, 01 Mei 2013

Keputusanku


Pada akhirnya kita semua harus membuat keputusan. Apakah kita akan terus menyimpang atau kita kembali ke jalan-Nya. Aku bimbang. Di tengah hening malam dan rintihan hujan yang terus membasahi tanah. Tak kusangka, serpihan hujan ini membuatku menjadi seperti serpihan kecil yang memuntahkan air dari pelupuk mataku. Aku terjatuh. Dalam. Aku tak kuasa menahan semua seorang diri. Aku tak bercerita kepada siapapun, mungkin karena aku terlalu takut. Namun kalian terlalu bodoh untuk tak menyadarinya. sehingga kalian bertanya padaku "apa yang terjadi denganmu? apa yang akan kau lakukan?" dan semua itu hanya membuatku terisak dan menjerit. Aku bagai dihunus seribu pedang. Aku merintih dalam tangisku. Dan kalian menemaniku lebih. Walau tanpa kata. Air mataku terus berlinang tanpa aku mengetahui apa yang sedang berlangsung. Aku letih. Aku ingin rehat sejenak. Tidur dalam tenang tanpa harus dihantui perasaan mencekam ini. Tapi kalian tak pernah meninggalkanku sedetikpun. Lalu aku ingat seseorang yang berbicara padaku beberapa waktu yang lalu “ada orang yang mempunyai banyak teman tapi tak dianggap, ada pula orang yang tak punya banyak teman namun selalu diperhatikan.” Aku terenyuh mendengar kata-kata itu. Dan aku sangat bersyukur mempunyai teman seperti kalian. Walau rasa mencekam ini terus menghantuiku, setidaknya aku bisa tenang saat bersama kalian.
Di satu sisi aku bersyukur karena memiliki kalian. Namun di sisi lainnya, aku kecewa karena perasaan yang terus menghantuiku. Aku ingin melupakan segalanya. Namun kau bicara kembali “kadang kita akan mengingat apa yang tidak ingin kita ingat.” Lalu kau kembali berbicara “ikhlaskan, semua akan berjalan dengan baik. Tak usah kau cemaskan.” Ya, kadang aku bingung apa yang harus kulakukan. Tapi kalian mendorongku. Terus. Agar aku bangkit dan tak terjatuh. Kemudian kalian tak pernah menanyakan hal itu kembali. Karena kalian tak ingin membuatku bersimbah air mata. Kalian ganti pilu-ku dengan canda. Kalian ganti kelu-ku dengan tawa. Hingga aku bisa melupakan segalanya.
Namun saat kesendirian menjemput, aku sendu kembali. Terdiam dalam terpaan angin yang membuatku beku. Aku berpikir. Keras. Tak seharusnya aku seperti ini. Tak seharusnya aku meninggalkan-Nya. Ia telah memberiku segalanya. Lebih dari apa yang kubutuhkan. Semua ini hanya berupa pembuktian rasa sayang-Nya kepadaku. Supaya aku lulus. Dan aku percaya, setiap langkah yang Ia pilihkan untukku adalah yang terbaik. Kini telah kuputuskan, aku ikut segala rencana-Nya.