Pada akhirnya kita semua harus membuat
keputusan. Apakah kita akan terus menyimpang atau kita kembali ke jalan-Nya. Aku
bimbang. Di tengah hening malam dan rintihan hujan yang terus membasahi tanah. Tak
kusangka, serpihan hujan ini membuatku menjadi seperti serpihan kecil yang
memuntahkan air dari pelupuk mataku. Aku terjatuh. Dalam. Aku tak kuasa menahan
semua seorang diri. Aku tak bercerita kepada siapapun, mungkin karena aku
terlalu takut. Namun kalian terlalu bodoh untuk tak menyadarinya. sehingga
kalian bertanya padaku "apa yang terjadi denganmu? apa yang akan kau
lakukan?" dan semua itu hanya membuatku terisak dan menjerit. Aku bagai
dihunus seribu pedang. Aku merintih dalam tangisku. Dan kalian menemaniku
lebih. Walau tanpa kata. Air mataku terus berlinang tanpa aku mengetahui apa
yang sedang berlangsung. Aku letih. Aku ingin rehat sejenak. Tidur dalam tenang
tanpa harus dihantui perasaan mencekam ini. Tapi kalian tak pernah meninggalkanku
sedetikpun. Lalu aku ingat seseorang yang berbicara padaku beberapa waktu yang
lalu “ada orang yang mempunyai banyak teman tapi tak dianggap, ada pula orang
yang tak punya banyak teman namun selalu diperhatikan.” Aku terenyuh mendengar
kata-kata itu. Dan aku sangat bersyukur mempunyai teman seperti kalian. Walau rasa
mencekam ini terus menghantuiku, setidaknya aku bisa tenang saat bersama
kalian.
Di satu sisi aku bersyukur karena memiliki
kalian. Namun di sisi lainnya, aku kecewa karena perasaan yang terus
menghantuiku. Aku ingin melupakan segalanya. Namun kau bicara kembali “kadang
kita akan mengingat apa yang tidak ingin kita ingat.” Lalu kau kembali
berbicara “ikhlaskan, semua akan berjalan dengan baik. Tak usah kau cemaskan.” Ya,
kadang aku bingung apa yang harus kulakukan. Tapi kalian mendorongku. Terus. Agar
aku bangkit dan tak terjatuh. Kemudian kalian tak pernah menanyakan hal itu
kembali. Karena kalian tak ingin membuatku bersimbah air mata. Kalian ganti
pilu-ku dengan canda. Kalian ganti kelu-ku dengan tawa. Hingga aku bisa
melupakan segalanya.
Namun saat kesendirian menjemput, aku sendu
kembali. Terdiam dalam terpaan angin yang membuatku beku. Aku berpikir. Keras. Tak
seharusnya aku seperti ini. Tak seharusnya aku meninggalkan-Nya. Ia telah
memberiku segalanya. Lebih dari apa yang kubutuhkan. Semua ini hanya berupa
pembuktian rasa sayang-Nya kepadaku. Supaya aku lulus. Dan aku percaya, setiap
langkah yang Ia pilihkan untukku adalah yang terbaik. Kini telah kuputuskan, aku ikut segala rencana-Nya.